KEMANFAATAN PUBLIK TERKALAHKAN










Ombudsman Republik Indonesia menjalankan tugas dan kewenangan sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik. Dalam perjalanan kiprahnya, Ombudsman banyak menemukan permasalahan yang mengganjal penyelenggaraan layanan publik. Dari sana, rekomendasi perbaikan diusulkan, termasuk pendekatan yang dipakai dalam penegakan hukum.

Berikut wawancara eksklusif wartawan Media Indonesia Eko Rahmawanto dengan Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Apa lingkup pengawasan Ombudsman?
Ombudsman Republik Indonesia memantau kebijakan-kebijakan dan implementasinya dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Prinsipnya ialah bagaimana menyederhanakan kerumitan-kerumitan dalam sektor layanan publik dan bagaimana memperbaiki kondisi permasalahan.

Apakah termasuk mengawasi BUMN Pelindo?
Ya, tentu saja. Kasus dwelling time itu, kami Ombudsman serius mendalami.

Bagaimana dengan masalah hukum yang membelit Dirut Pelindo II?
Tentu saya memahami fenomena hukum yang sedang membelit Pelindo II, dan sesuai undangundang, Ombudsman tidak berwenang mencampuri kewenangan substantif lembaga peradilan.Secara pribadi, saya juga kenal Pak Lino dan saya mengukur kinerjanya yang saya nilai baik.Namun, saya bukan pembela Pak Lino.

Apa ada kelemahan pendekatan yang dipakai?
Saya teringat kasus Hotasi Nababan, Dirut Merpati, tentang pengadaan pesawat dan juga kasus IM2 tentang penyelenggaraan internet broadband. Pendekatan penegakan hukum dalam sektor investasi ini agak mirip-mirip.Bagi saya, hal ini menimbulkan pemikiran yang mendalam, karena substansi esensi kemanfaatan publik menjadi tidak lebih penting daripada kerugian negara. Publik sebenarnya diuntungkan, meskipun mungkin ada potensi kerugian negara.

Prinsip apa yang jadi pegangan?
Kepentingan capaian target nasional, kepentingan publik, dan kepentingan penegakan hukum tidak boleh saling mengalahkan. Harus sinergis.

Lalu apa yang semestinya dilakukan?
Saya kira proses pembuktian atau cara menghitung kerugian negara ada baiknya dipikirkan kembali. Perlu ada penyejajaran komprehensif antara apa yang disebut kerugian riil dan kerugian potensial dengan benefit riil dan benefit potensial yang bisa langsung dirasakan oleh masyarakat. Karena ujung dari penggunaan uang negara ialah benefit bagi publik. Penegakan hukum perlu dilakukan secara arif dan hati-hati, serta tanpa harus menghambat sektor pelayanan publik.

Apa contoh konkretnya?
Dalam kasus Pelindo, kalau sampai alat-alat berat, misalnya crane yang sangat vital itu harus diberi police line sehingga tidak bisa beroperasi, ini jelas mengganggu pelayanan publik.Uang yang sudah dikeluarkan untuk beli alat itu semakin tidak bernilai hanya karena seseorang sedang disangkakan korupsi atas alat itu. Laju layanan dan kualitas layanan terhambat.

Reformasi itu untuk kasus Pelindo saja?
Lo, jelas bukan hanya itu. Reformasi itu diperlukan untuk semua BUMN. Kalau tidak ada perubahan paradigma secara serentak dalam upaya reformasi birokrasi dan reformasi penegakan hukum kita, negara ini akan makin tertinggal dalam kompetisi dengan negara lain. Soalnya jajaran BUMN bisa jadi takut mengambil keputusan strategis.

Apa yang diperlukan?
Ayo semua pihak duduk bersama, sepakati solusi-solusi strategis demi kecepatan pembangunan bangsa. Jangan sampai ketidakjelasan dan perbedaan sudut pandang mengorbankan anak-anak bangsa yang baik, supergaduh dan menakutkan. Kecuali, kita memang ingin mencitrakan diri kita sebagai pemerintahan yang gaduh. (P-1)

Sumber : Media Indonesia
Share this article :
 
Support : Creating Website | Mantika Template | Fans Page
Copyright © 2011. PT Rush Cargo Nusantara - All Rights Reserved
Template Created by BDSL Group Published by BDSLcom Template
Proudly powered by Blogger