MEBANGUN MASKAPAI LAYAKNYA MEMBANGUN GEDUNG

Sederhana dan rendah hati ialah dua kesan yang muncul begitu berkenalan dengan sosok Albert Burhan.

Siapa yang menyangka, sosok itu merupakan bos besar anak perusahaan penerbangan Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia, sejak 16 Februari 2015 lalu.

Albert mengaku, ia sendiri sebetulnya tidak pernah bermimpi untuk bisa duduk sebagai pucuk pimpinan Citilink, terutama bila melihat latar belakang pendidikannya, yaitu S-1 teknik sipil dan MBA Institut Teknologi Bandung (ITB).

Namun, pria kelahiran Bandung pada 1967 itu mengakui sebagai lulusan S-1 teknik sipil ITB di bidang transportasi, ia memahami bagaimana membangun suatu bandara, terminal, dan sistem transportasi satu moda dengan moda lainnya.

Meski tidak memiliki pengetahuan dasar dalam industri penerbangan dari bangku kuliah, ayah dua anak itu mengaku latar belakang pendidikannya yang membuat dirinya bisa seperti sekarang, terutama dalam hal ilmu struktur dan logika berpikir.

"Alur pemikiran logika yang diperoleh di teknik sipil itu yang membantu saya. Bahkan, setelah lulus MBA dan kemudian bekerja di Garuda, logika berpikir itu masih bisa masuk dan terpakai selama bekerja di Garuda," tutur Albert saat ditemui di kantornya di Jakarta, Selasa (5/4).

Menurutnya, membangun maskapai itu layaknya membangun gedung, selangkah demi selangkah hingga akhirnya gedung itu terbangun sempurna.

IBARAT CANDU.

Awal perkenalan dirinya dengan dunia penerbangan terjadi saat ia menulis tesis tentang penerbangan sehingga harus bolak-balik ke Garuda Indonesia.

Hal itu menjadi pintu masuk dirinya ke dunia industri maskapai penerbangan nasional.

Dirinya bercerita tawaran bergabung ke perusahaan sebesar Garuda Indonesia tanpa tes membuat dirinya tertarik.

Saat itu Garuda Indonesia memang sedang membutuhkan darah muda untuk menyegarkan perusahaan dengan ide-ide dan pemikiran yang out of the box.

"Karena masih muda kemudian di bujuk rayu seperti tipu-tipu marketing oleh VP corporate planing-nya membuat saya berminat bergabung ke Garuda, siap pak jawab saya ketika itu," kenang dirinya sambil tertawa.

Albert mulai bergabung dengan Garuda Indonesia pada 1995 hingga 2012 sebelum akhirnya dirinya ditarik sebagai tim utama yang membangun Citilink.

Terhitung, dalam 17 tahun kariernya, dirinya sudah menempati berbagai posisi di Garuda Indonesia.

"Saya mulai karier di Garuda itu dari posisi bawah, dari staf, kemudian menjadi manager trip planing, sempat manager marketing, manager operation, senior manager operation, senior manager cash management, hingga akhirnya vice president treasury. Jadi, posisinya saya sendiri sudah mengenyam dari banyak posisi, kayaknya tinggal mekanik pesawat saja yang belum," jelas dirinya sambil tertawa lebar.

Ia merasa tertantang dengan dinamika industri penerbangan yang sangat kompleks dan menantang.

Industri itu memiliki kompleksitas pekerjaan yang jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan sektor lain.

"Di airline itu bisa mendapat 2% profit margin itu saja sudah bagus. Jadi, lebih baik ditaruh di deposit daripada di maskapai," ujar Albert.

Ia bahkan menyebut tantangan di dunia maskapai penerbangan itu ibarat candu yang membuat ketagihan, seperti yang diungkapkan Dirut Garuda dahulu, Emirsyah Satar.

"Jadi, begitu masuk dan tahu seberapa susahnya, tapi juga tahu enaknya, seseorang sulit keluar dari industri airline," kenang dirinya sambil bercanda.

SURAT PERINGATAN

Albert rupanya memiliki segudang pengalaman yang menarik selama dirinya bekerja di Garuda Indonesia.

Namun, salah satu pengalaman menariknya ialah ketika dirinya nyaris didepak dari Garuda karena berambut gondrong.

"Dulu pada saat saya awal masuk Garuda rambut saya memang sempat gondrong, tetapi kemudian insaf. Nah setelah 5 tahun kemudian saya gondrong lagi hingga sampai mendapat surat peringatan (SP) I dan SP II dari pihak Garuda. Mungkin karena saat itu saya sudah menduduki jabatan jadi tidak boleh gondrong, akhirnya saya pangkas lagi," cerita Albert sambil terkekeh.

Selama bekerja di Garuda, Albert mengaku bekerja seperti menikmati hobi.

Pekerjaannya di Garuda memungkinkan dirinya dapat terbang dan pergi ke berbagai tempat dan negara meski hanya sekadar rapat biasa.

"Dulu ketika masa-masa jahiliah, sekitar 1995 hingga 2000, setiap kali ada ajakan untuk rapat lokasi rapatnya selalu di luar negeri, seperti London atau Tokyo atau kota kota lainnya," katanya seraya mengaku hal itu bukan budaya yang benar.

Rebranding Citilink

Kariernya di Garuda Indonesia harus terhenti pada akhir 2012 karena adanya keinginan BUMN penerbangan itu untuk mengembangkan maskapai Citilink secara lebih serius.

Saat itu market share dari Garuda tergerogoti oleh berbagai maskapai low cost carrier (LCC).

Albert mengungkapkan Citilink sebetulnya sudah didirikan sejak 2001 sebagai anak usaha Garuda, berbarengan dengan berdirinya Lion Air.

Namun, Citilink tidak dikelola dengan baik dengan berbagai masalah penerbangan dan juga pesawatnya yang sudah tua.

"Setelah 11 tahun Citilink hanya memiliki dua pesawat, sedangkan Lion air itu sudah memiliki banyak pesawat dan mendominasi pasar LCC. Garuda akhirnya sadar market share-nya tergerogoti oleh maskapai LCC sehingga diputuskan untuk menyeriuskan Citilink," kenang Albert.

Garuda memutuskan menarik tiga SDM terbaik mereka sebagai inti rebranding Citilink, direktur komersial garuda, direktur teknik garuda, dan Albert dari VP treasury.

Tugas itu dipandang berat karena saat itu Lion Air sebagai market leader-nya sudah sangat kuat dengan market share mencapai 40%-50%.

Belum lagi persoalan branding Citilink yang masih harus dibangun ulang.

Namun, perlahan tapi pasti Citilink mampu menunjukkan perkembangan secara bertahap meski dimulai dari titik nol hingga saat ini telah memiliki 36 pesawat Airbus A320.

Bahkan, Albert mengungkapkan Citilink mampu membukukan keuntungan hanya dalam 3 tahun atau di atas rata-rata industri yang membutuhkan waktu hingga 7 tahun.

Kini, dirinya sudah menduduki posisi sebagai CEO dari Citilink menggantikan Arif Wibowo yang diangkat menjadi Direktur Utama Garuda Indonesia.

Albert berharap bisa terus memajukan Citilink ke level berikutnya. Dirinya berencana untuk meng-IPO kan Citilink beberapa tahun ke depan.

Namun, sebelum itu, ia ingin meningkatkan market share Citilink hingga 25% dalam tiga tahun.

Restu calon mertua

Selain karena alasan profesional, Albert mengaku keinginannya bekerja di Garuda merupakan salah satu strategi untuk memperoleh restu dari mertua.

Albert sendiri mengaku menikahi istrinya setelah dirinya sudah mapan dan bekerja di Garuda.

"Intinya dulu cari kerjaan untuk mertua yang pekerjaannya yang gaji besar dan kantoran. Sempat berpikir untuk ke perbankan, tetapi situasi ekonomi 1995 sedang tidak bagus," kenang dirinya sambil tertawa kecil.

Saat berbicara mengenai cita-cita, Albert mengungkapkan keinginannya untuk dapat melakukan travelling selama setahun penuh bila memang kariernya dirasa sudah cukup di penerbangan.

Albert berencana untuk menyusuri Eropa dan mengunjungi berbagai tempat.

"Saya mau jalan-jalan selama setahun penuh, tetapi itu sesuatu yang harus saya lakukan sebelum saya menjadi tua sekali, sebab kalau sudah tua sekali naik tangga saja bisa susah, termasuk juga naik haji nantinya," ungkap dirinya sambil tersenyum. (E-3)

Sumber : Media Indonesia.
Share this article :
 
Support : Creating Website | Mantika Template | Fans Page
Copyright © 2011. PT Rush Cargo Nusantara - All Rights Reserved
Template Created by BDSL Group Published by BDSLcom Template
Proudly powered by Blogger